Rabu, 17 Agustus 2011

Home » » Indonesia Belum Merdeka dari Korupsi Politik

Indonesia Belum Merdeka dari Korupsi Politik

detikNews.Jakarta - Kemerdekaan akan lengkap bila negara mampu membawa rakyatnya kepada kesejahteraan dan kehidupan yang lebih layak. Untuk mewujudkannya negara harus berani melawan musuh utama yakni korupsi dan kemiskinan.
"Musuh kita saat ini jelas yaitu korupsi dan kemiskinan. Masih banyaknya jumlah orang miskin juga disebabkan oleh korupsi yang masih meluas," kata anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa dalam surat elektronik, Rabu (17/8/2011).

Korupsi, lanjut pria yang akrab disapa Ota ini, mengurangi kemampuan negara untuk membiayai pelayanan pendidikan, kesehatan, air bersih, listrik, dan membangun fasilitas-fasilitas publik.

"Korupsi juga menghambat peningkatan kesejahteraan pegawai negeri sebagai pelayan publik," imbuhnya.

Ota memetakan 4 wilayah korupsi yang menghambat peningkatan kesejahteraan rakyat dan pegawai negeri sebagai pelayan publik. Menurutnya, ada 4 wialayah korupsi yang menyandera bangsa ini menjadi bangsa yang tidak kompetitif dan menjadi sumber kemiskinan.

"Pertama, korupsi politik yakni korupsi yang tekait dengan penyalahgunaan kewenangan politisi dan lembaga politik (tingkat DPR dan DPRD) yang meliputi korupsi anggaran, korupsi terkait dengan pembuatan perundang-undangan, korupsi terkait dengan pemilihan dan penetapan pejabat publik, dan pengawasan," terangnya.

Termasuk korupsi politik adalah penyalahgunaan yang dilakukan politisi atau parpol untuk menguras proyek pemerintah dengan mengabaikan aturan yang berlaku.

"Kewenangan pengawasan terhadap eksekutif pun dapat dijadikan bargain oleh politisi untuk mendapatkan kuntungan pribadi politisi itu sendiri atau kelompok kecilnya," tuturnya.

Korupsi yang kedua, korupsi terkait dengan pengadaan barang dan jasa di pemerintahan. Politisi pun sudah masuk ke ranah ini. Nah, e-procurement yang dilakukan selama ini terbukti belum mampu mencegah korupsi di sektor ini.

"Perkara korupsi di KPK sekitar 60-75 persen merupakan korupsi terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Negara banyak mengalami kerugian dari sektor ini. Pasti ada yang keliru dengan sistem ini," urainya.

Yang ketiga, korupsi yang terjadi di tubuh lembaga penegak hukum. Kalau korupsi atau mafia hukum masih terjadi, tambah Ota, maka penegak hukum terhadap hal pertama dan kedua tidak berjalan.

"Saat ini korupsi di wilayah penegak hukum ini berjalan, namun perlu percepatan dan penajaman terutama penajaman pada dampak yang kita inginkan," jelasnya.

Yang keempat, korupsi yang terjadi pada sektor pelayanan publik dasar seperti pendidikan, kesehatan, listrik, air bersih, pelayanan KTP, seleksi CPNS dan lain sebagainya.

"Korupsi jenis keempat ini dilakukan oleh birokrasi dan tidak begitu besar dalam jumlah (petty corruption) namun sangat menyengsarakan rakyat kecil," terangnya.

Untuk penanganan keempat wilayah korupsi ini perlu ada peta jalannya dan dilakukan secara serentak dengan pengawalan dari pemimpin yang kuat dan konsisten di level nasional dan daerah.

"Sayangnya, saat ini keempat wilayah ini terutama wilayah korupsi politik tidak tersentuh oleh tuntutan perubahan," tegasnya.


Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Sagalanyampak