Kamis, 11 Agustus 2011

Home » » Kista, Tumor Jinak di Organ Reproduksi Perempuan

Kista, Tumor Jinak di Organ Reproduksi Perempuan





DEWI, 39, sering merasakan nyeri di sekitar perutnya. Nyeri itu kadang hilang lalu muncul lagi. Selain rasa nyeri, pramugari pada sebuah perusahaan penerbangan swasta itu pun merasakan perutnya agak membesar.

Suatu hari ia memeriksakan diri ke spesialis kebidanan dan kandungan. Dokter mengatakan ibu yang memiliki seorang putri itu menderita kista di rahim dan harus dioperasi karena sudah sebesar kepalan tangan pria dewasa. Dewi pun menjalankan operasi di sebuah rumah sakit swasta di daerah Jatinegara, Jakarta Timur. Operasi berjalan lancar, dan dokter berhasil mengeluarkan benda seperti balon diisi air itu.

Saat ini jumlah perempuan yang terkena kista semakin meningkat dari hari ke hari. Dokter Widiyastuti, ahli kebidanan dan kandungan (ginekolog), menuturkan sebenarnya peningkatan jumlah perempuan terkena kista saat ini lebih dikarenakan meningkatnya pengetahuan serta kesadaran mereka untuk memeriksakan diri.

''Ketika merasakan adanya kelainan pada tubuhnya, mereka segera memeriksakan diri dan berusaha mengantisipasinya dengan bantuan dokter,'' kata Widiyastuti kepada Media di Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, spesialis dari Rumah Sakit Bersalin Astanaanyar Bandung itu menjelaskan, dibandingkan jenis tumor ovarium (indung telur) lainnya, kista paling sering ditemui. Bentuknya kistik, berisi cairan kental, dan ada pula yang berbentuk anggur. Kista juga ada yang berisi udara, cairan, nanah, ataupun bahan-bahan lainnya.

Kista, lanjutnya, termasuk tumor jinak yang terbungkus selaput semacam jaringan. Kumpulan sel-sel tumor itu terpisah dengan jaringan normal di sekitarnya dan tidak dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Itulah sebabnya tumor jinak relatif mudah diangkat dengan jalan pembedahan, dan tidak membahayakan kesehatan penderitanya.

''Tetapi berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi dua, yaitu non-neoplastik dan neoplastik. Kista non-neoplastik sifatnya jinak dan biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3 bulan. Sementara kista neoplastik umumnya harus dioperasi, namun hal itu pun tergantung pada ukuran dan sifatnya, apakah membahayakan atau tidak,'' jelasnya.

Widiyastuti menjelaskan, selain pada ovarium kista juga dapat tumbuh di vagina dan di daerah vulva (bagian luar alat kelamin perempuan). Kista yang tumbuh di daerah vagina, antara lain inklusi, duktus gartner, endometriosis, dan adenosis. Sedangkan kista yang tumbuh di daerah vulva, antara lain pada kelenjar bartholini, kelenjar sebasea serta inklusi epidermal.

Kista, lanjut Widiyastuti, umumnya tidak disertai keluhan dan gejala. Keluhan baru muncul jika ukurannya sudah membesar, atau letaknya mengganggu organ lain di sekitarnya. ''Jika menekan saluran kemih, usus, saraf atau pembuluh darah besar di sekitar rongga panggul, tumor akan menimbulkan keluhan susah kencing, gangguan pencernaan, seperti tidak bisa buang air besar, kesemutan, atau kaki sering bengkak.''

Harus operasi

Sementara itu, spesialis kandungan dan kebidanan dr Hardi Susanto dari RS Graha Medika Jakarta, mengatakan 20-30% kista berpotensi menjadi ganas. Tandanya, terjadi pembesaran dalam waktu singkat sehingga memicu tumbuhnya kanker.

Hingga saat ini, lanjut Hardi, kista masih menjadi misteri dalam dunia kebidanan. Pasalnya, sampai sekarang belum diketahui secara pasti faktor-faktor penyebab tumbuhnya kista dalam tubuh seorang wanita. Karena itu, cara pencegahannya pun belum terungkap secara jelas.

''Tetapi dalam literatur ada yang menyebutkan penyebab kista ovarium karena gagalnya sel telur (folikel) berovulasi.''

Seperti diketahui, lanjut Hardi, dalam siklus reproduksinya, satu sel telur dalam ovarium wanita setiap bulan akan mengalami ovulasi. Yakni, keluarnya inti sel telur dari folikel untuk kemudian ditangkap serabut fimbria dan ditempatkan di saluran ovarium (tuba falopii), dan siap dibuahi jika bertemu sperma. Sedang folikel yang sudah kehilangan inti sel telur disebut corpus luteum, secara normal akan mengalami degenerasi hilang diserap tubuh.

Namun, adakalanya proses keluarnya inti sel telur dari dalam folikel gagal terjadi. Sel telur yang gagal berovulasi tersebut lama-kelamaan bisa berubah menjadi kista. Selain itu, dapat pula terjadi kegagalan penyerapan corpus luteum oleh tubuh. Hal ini pun berpotensi menyebabkan kista.

Selain berasal dari kelainan pada sel telur (folikel), jelas Hardi, kista di ovarium juga bisa tumbuh begitu saja. Kista semacam itu disebut kista cokelat karena terdiri atas selaput berisi darah kental atau sering disebut endometriosis.

Seiring dengan berjalannya waktu, kista tadi terus mengalami pembesaran. Dalam jangka waktu yang beragam, bisa berbulan-bulan atau bertahun-tahun, kista terus tumbuh hingga diameternya mencapai puluhan sentimeter.

Tidak ada patokan mengenai ukuran besarnya kista sehingga berpotensi pecah. Ada kista yang berdiameter lima sentimeter sudah pecah, namun ada yang sampai 20 cm belum juga pecah. Tetapi, pecahnya kista, katanya, bisa menyebabkan pembuluh darah robek dan menimbulkan terjadinya pendarahan. Hal itu sangat fatal karena dalam hitungan jam, penderita akan mengalami pendarahan dan bisa kehilangan darah berliter-liter.

Mengenai cara mengatasi kista, satu-satunya jalan paling efektif dengan mengangkat kista melalui operasi. Pasalnya, tindakan pengobatan hingga saat ini belum memberikan hasil memuaskan.

Tindakan operasi pengangkatan kista, menurut Hardi, tidak menjamin kista tidak tumbuh kembali. Hal ini merupakan bagian dari misteri tentang kista yang belum terpecahkan.

''Selama seorang wanita masih memproduksi sel telur, potensi untuk tumbuh kista tetap ada,'' tegas Hardi. (CR-48/Nik/H-1)

sumber: Media Indonesia Online, Rabu, 24 Agustus 2005

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Sagalanyampak